A. Latar Belakang Masalah
Waria adalah singkatan dari “Wanita pria”, Waria atau yang sering kita sebut banci dalam
sehari-hari merupakan salah satu penyimpangan sosial dalam kehidupan
bermasyarakat. Waria? Terkadang kita tidak asing mendengar kata itu,
karena sering menjadi perbincangan masyarakat. Bagaimana mungkin seorang
pria berperilaku seperti layaknya seorang wanita, hal itu sangat tidak
wajar. Karena Tuhan hanya menciptakan dua gender yaitu PRIA dan WANITA.
Dengan segala kelebihan dan kodratnya masing-masing. Tapi coba kita lihat secara fisik dari para waria? Terlihat aneh mungkin
untuk sebagian masyarakat, bahkan sebagian orang memandang sebelah mata
terhadap kaum waria tanpa melihat sisi kehidupan lain dari para waria
tersebut.
Banyak
hal/sebab yang dikemukakan para waria yang melatari dirinya untuk
menjadi seorang waria itu sendiri. Kebanyakan dari mereka menyebutkan
faktor “terjebak pada raga yang salah”. Namun menurut beberapa
narasumber ada 7 faktor yang menyebabkan seseorang menjadi waria, yaitu :
1. Terjebak pada raga yang salah
2. Adanya mutasi gen
3. Tuntutan ekonomi
4. Terpengaruh budaya barat
5. Trauma
6. Pengaruh lingkungan
7. Tanda akhir Zaman
Karena
adanya faktor umum yang menjadikan beberapa laki-laki menjadi waria,
maka saya (penulis) ingin mengetahui faktor penyebab seorang laki-laki
menjadi waria jika dikaitkan dengan sosiologi dan dampak adanya waria di
dalam masyarakat, terlebih jika dikaitkan dengan Grand Theory Sociology
terhadap waria.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang menyebabkan seorang laki-laki menjadi waria jika dikaitkan dengan teori perilaku menyimpang sosiologi.
2. Hubungan antara waria dan Grand Theory Sociology
3. Dampak adanya waria dalam masyarakat
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk memenuhi tugas sosiologi.
2. Untuk menganalisis fenomena waria terkait dengan Grand Theory Sociology
3. Untuk mengetahui dampak waria dalam kehidupan bermasyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Waria
Ø Pengertian
waria atau wanita pria, atau dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai
bencong adalah istilah bagi laki-laki yang menyerupai perilaku wanita.
Dalam istilahnya waria adalah laki-laki yang berbusana dan bertingkah
laku sebagaimana layaknya wanita. Istilah ini awalnya muncul dari
masyarakat Jawa Timur yang merupakan akronim dari “wanita tapi pria”
pada tahun 1983-an panduan dari kata wanita dan pria.
Pendapat
lain mengenai waria adalah kecendrungan seseorang yang tertarik dan
mencintai sesama jenis. Sedangkan menurut pendapat lain menjelaskan
bahwa waria adalah individu-individu yang ikut serta dalam sebuah
komunitas khusus yang para anggotanya memahami bahwa jenis kelamin
sendiri itulah yang merupakan objek seksual paling menggairahkan
(Koeswinarno,1996).
Secara
fisiologis waria itu sebenarnya adalah pria. Namun pria (waria) ini
mengidentifikasikan dirinya menjadi seorang wanita. Baik dalam tingkah
dan lakunya. Misalnya dalam penampilan atau dandanannya ia mengenakan
busana dan aksesori seperti wanita. Begitu juga dalam perilaku
sehari-hari, ia juga merasa dirinya sebagai seorang wanita yang memiliki
sifat lemah lembut (Koeswinarno,1996)
.
Mereka
melakukan aktivitas sehari-hari yang normal, umumnya mereka berprofesi
di bidang-bidang yang memerlukan keterampilan yang biasa dilakukan
wanita. Seperti salon, butik atau di bidang kesenian, meskipun ada juga
yang kerja kantoran. Mereka sering tampil apa adanya artinya tidak
menutup-nutupi ciri kewariaan mereka. Biarpun berpakaian laki-laki
tetapi gaya bicara dan tingkah laku mereka punya kekhasan seperti
wanita. Jika mereka berpakaian wanita, lengkap dengan pernak-perniknya.
Dulu mereka cenderung tertutup dan malu-malu namun kini mereka lebih
berperan dan terbuka (Harahap,W,1999).
B. Macam-macam Waria
Ø Kaum
waria terdiri dari kelompok manusia yang heterogen. Mereka terdiri dari
berbagai komponen yang secara psikologis dapat dibedakan karena
mempunyai ciri-ciri khusus. Atmojo (dalam Kurniawati, 2013) membagi
waria ke dalam beberapa kelompok yakni:
1. Transeksual
Waria
yang mengalami ketidasesuaian antara biologis yang dialaminya dengan
jenis kelamin mereka. Ada keinginan dari mereka untuk menghilangkan dan
menggantikan alat kelaminnya dan hidupnya menjadi sebagai lawan
jenisnnya. Untuk langkah awal mereka biasanya menghilangkan ciri fisik
laki-lakinya, misalkan dengan mengoperasi sebagian dari tubuhnya seperti
payudara, dagu, kelopak mata, atau minimal mereka merasa perlu merias
diri dan berpakaian seperti wanita.
2. Transvestite
Kelompok
ini adalah penderita transvestism. Artinya mereka cukup hanya
berpakaian seperti lawan jenisnya saja sudah mendapat kepuasan batin
tersendiri. Dalam pola hubungan seks, mereka adalah heteroseksual dan
biasanya mereka terikat dalam suatu perkawinan atau dalam mencari
pasangan selalu perempun. Kelompok ini adalah laki-laki. Jumlah mereka
sedikit dan biasanya berpakaian lawan jenis pada saat tertentu saja,
misalkan pada saat akan melakukan hubungan seksual. Jadi tampak bahwa
pemakaian pakaian perempuan disini adalah untuk mendapatkan gairah
seksual. Akan berbeda dengan para transeksual yang berpakaian perempuan
karena merasa ada ketidaksesuaian antara fisik dengan jiwanya, karena
mereka merasa ingin menjadi perempuan. Kelompok transvestis tetap suka
dengan ciri-ciri kelaki-lakiannya, meskipun mereka memakai pakaian
perempuan, terkadang mereka tetap memasang kumis dan tetap senang
berhubungan seksual dengan perempuan.
3. Homo seksual yang menderita transvestisme
Kelompok
ini merupakan kelompok yang dalam persoalan hubungan seksual lebih suka
melakukannya dengan sesama jenisnya yakni laki-laki. Namun seperti yang
telah dipaparkan sebelumnya mengenai pengertian transvestisme, jelas
sudah kelompok ini merupakan kelompok yang tidak memiliki permasalahan
dalam batin mengenai lahiriah mereka namun dalam berhubungan seksual
mereka senang menggunakan pakaian wanita.
4. Opportunities
Kelompok
ini terdiri dari mereka yang memanfaatkan kesempatan, dimana mereka
menjadi waria untuk sekedar mencari penghasilan atau nafkah. Jadi tidak
terdapat kelainan psikologis maupun seksual seperti yang terjadi pada
tiga kelompok yang telah dipaparkan sebelumnya.
C. Faktor-faktor penyebab menjadi waria
1. Terjebak dalam raga yang salah
Banyak
waria yang akhirnya mengkambinghitamkan penepmpatan raga. Beberapa
waria beralasan bahwa sebenarnya mereka adalah perempuan tetapi
dilahirkan dalam bentuk tubuh laki-laki. Para waria pun kebanyakan
mengaku bahwa naluri dalam dirinya murni (100 persen) perempuan.
2. Adanya mutasi gen
Secara
medis, ada hormon yang menyebabkan pria berperilaku seperti wanita dan
merasa lebih nyaman dengan tingkah seperti itu. Mutasi gen ini akan
menyebabkan kelainan gen pada pria bersangkutan, misalnya model gen XXY,
gen wanita (X) lebih dominan. Maka, pria tersebut akan mengalami
kelainan yang mencolok pada bagian tubuhnya. Misalnya, tumbuh payudara
seperti perempuan.
3. Tuntutan ekonomi
Tuntutan
ekonomi boleh dikatakan sebagai alasan paling kuat dan paling konkret
yang menyebabkan seseorang menjadi waria. Dalam kasus sperti ini,
menjadi waria hanya bersifat kepura-puraan demi mendapatkan uang. Namun,
kepura-puraan ini pun bisa menjerat waria ke dalam kebiasaan hingga
akhirnya kebablasan.
4. Terpengaruh budaya barat
Di
era globalisasi atau era pasar bebas ini, manusia rentan terpengaruh
oleh budaya-budaya luar yang mayoritas tidak sesuai dengan kebudayaan
Indonesia. Salah satunya adalah pilihan menjadi waria. Di beberapa
negara, pernikahan sejenis memang sudah dilegalkan oleh negara, termasuk
pilihan seseorang untuk menjadi waria.
Bahkan,
negara-negara tersebut sering mengadakan kontes-kontes kecantikan yang
pesertanya dari kalangan waria. Hal inilah yang turut ditiru oleh
masyrakat Indonesia. Mereka mengadopsi budaya luar tanpa penyesuaian
hingga akhirnya menimbulkan penyimpangan.
5. Trauma
Faktor
traumatis memang bisa menjadi pemicu seorang pria memutuskan untuk
menjadi waria. Boleh jadi, pria tersebut pernah mendapatkan perlakuan
tidak senonoh sehingga ia merasa nyaman dengan keadaanya sebagai waria.
Bisa pula karena ia sempat disakiti wanita sehingga memutuskan untuk
menyukai sesama jenis dengan jalan mengubah tampilan menjadi waria.
6. Pengaruh lingkungan
Tidak
dapat dipungkiri, lingkungan merupakan faktor pendukung terbesar yang
menentukan masa depan seseorang. Termasuk menentukan waria atau tidaknya
seorang pria. Pria yang sejak kecil bergaul dengan wanita, cenderung
tumbuh menjadi sosok seperti wanita. Contoh lain, pria yang bekerja di
salon cenderung memiliki sifat gemulai seperti wanita karena yang mereka
layani setiap hari adalah wanita.
7. Dalam
agama Islam, telah disebutkan bahwa salah satu tanda-tanda kiamat atau
akhir zaman adalah banyaknya pria yang berperilaku dan berpenampilan
layaknya wanita. Begitupun sebaliknya. Wanita berperilaku dan
berpenampilan layaknya pria. Melihat kondisi saat ini, tampaknya hari
kiamat semakin dekat seiring menjamurnya para waria.
Begitu
banyak alasan seseorang memilih menjadi waria karena mutasi gen maupun
profesi. Namun, alasan apapun tidaklah bisa dijadikan pembenaran karena
agama Islam terang-terangan melarang seseorang menjadi waria. Apalagi
jika pengingkaran kodrat itu disertai dengan opeasi ganti kelamin atau
melakukan suntik silikon untuk menumbuhkan payudara.
D. Relasi waria dalam masyarakat
Masyarakat sendiri terdapat pihak-pihak yang pro dan kontra terhadap kehadiran waria dalam lingkungannya.
Ø Pihak yang mendukung kehadiran waria:
o Teman pergaulan
Teman
pergaulan adalah pihak yang mendukung keberadaan waria. Karena
keberadaan waria bagi teman pergaulan dapat menambah keberagaman teman.
o Teman profesi
Teman
profesi adalah pihak yang mendukung keberadaan waria. Sesama teman
profesi tentunya saling mendukung dan saling membantu. Karena mereka
menganggap bahwa mereka senasib dan sepenanggungan.
Ø Pihak yang menolak kehadiran waria:
o Pemuka agama
Pemuka
agama adalah pihak yang menolak keberadaan waria karena tidak sesuai
dengan syari’at Islam. Di dalam ajaran agama Islam manusia hanya
terdapat laki-laki dan perempuan.
o Pemerintah
Pemerintah
adalah pihak yang menolak keberadaan waria karena di Indonesia tidak
melegalkan transgender. Di Indonesia hanya mengakui penduduk laki-laki
dan perempuan.
E. Penyebab menjadi waria jika dikaitkan dengan teori penyimpangan
Adapun,
jika dipandang dari sudut pandang sosiologi, penyebab/faktor mengapa
laki-laki dapat dikatakan waria, dapat diterapkan dalam Teori Perilaku
Menyimpang, yaitu :
1. Teori Differential Association (pergaulan berbeda)
Teori ini diciptakan
oleh Edwin H. Sutherland yang berpendapat bahwa penyimpangan bersumber
pada pergaulan berbeda. Penyimpangan dipelajari melalui proses alih
budaya. hal ini cocok dengan salah satu alasan mengapa seorang laki-laki menjadi waria.
Contohnya, dari berita yang saya baca menyebutkan bahwa “Kondisi
eksternal dari para pelaku penyimpangan cenderung memberikan kesempatam
mereka untuk melakukan kegiatan tersebut. Hal ini terbukti dari Kisah
Agus bermula saat dirinya bercita-cita membuka usaha tata rias
pengantin. Pada 2010 lalu, Agus izin kepada orangtuanya untuk menimba
ilmu dengan mengikuti kursus tata rias di Kota Solo. Sesampai di Solo,
Agus dikenalkan dengan beberapa teman yang ahli di bidang tata rias.
Namun karena pengaruh lingkungan, Agus kemudian mengubah penampilan
seperti wanita. Hingga label waria pun disandangnya. Agus berdalih,
pendapatan dari waria dapat digunakan untuk menambah modal usahanya. Profesi
yang Agus jalani saat ini ternyata tidak diketahui keluarganya.
Keluarga mengira bahwa Agus sedang belajar dan telah membuka usaa tata
rias di Solo”
(www.solopos.com: Saat Agus Berubah Jadi Angel)
2. Teori Labeling
Teori
ini disampaikan oleh Edwin M. Lemerd yang berpendapat bahwa seseorang
yang telah melakukan penyimpangan pada tahap primer (pertama) lalu oleh
masyarakat sudah diberi cap sebagai penyimpangan, maka orang tersebut
terdorong untuk melakukan penyimpangan skunder (tahap lanjut) dengan
alasan “kepalang tanggung”.
Contohnya,
jika ada seorang laki-laki yang lewat di hadapan warga sekitar, dan
laki-laki tersebut berusaha untuk tetap ramah dan sopan kepada warga
sekitar dengan memberi ucapan “permisi” ketika lewat di hadapan warga
sekitar tersebut. Kebanyakan dari warga sekitar tersebut banyak yang
menggunjing dan memanggil laki-laki tersebut dengan sebutan”BANCI”
karena dilihat dari cara berjalannya, dan kebanyakan teman yang dia
miliki adalah wanita. Lama-lama
laki-laki tersebut terus diberi label/sebutan “BANCI” maka dalam
pikirannya akan terbesit “daripada saya terus dipanggil banci, sekalian
saja saya menjadi banci.”
3. Teori Fungsional
Teori ini dipelopori
oleh Emile Durkhem adalah bahwa kesadaran moral dari semua masyarakat
adalah faktor keturunan, perbedaan lingkungan fisik, dan lingkungan
sosial.
Contoh : Laki-laki yang ayahnya seorang waria, dan tinggal di lingkungan waria maka ia berpeluang besar untuk menjadi waria.
F. Waria dan Grand Theory Sociology
1. Teori Pertukaran Sosial
Ø Teori
ini cenderung pada pertimbangan untung-rugi atas interaksi sosial
antara seseorang dengan orang lain, meskipun keuntungan yang didapatkan
tidak maksimal. Bahkan seseorang akan menggunakan alternatif lain jika
seandainya tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Sehingga terkadang
manusia tidak bertindak secara rasional. Keuntungan yang didapatkan
dapat berwujud material maupun non material.
2. Teori Interaksionisme Simbolik
Ø Saling menerjemahkan dan mendefinisikan tindakannya. Artiya menilai tindakan orang lain dengan asumsi masing-masing individu.
Dalam
point ini, lebih menekankan bahwa manusia selalu menilai setiap
kejadian di sekitarnya melalui asumsinya masing-masing. Saat ini manusia
menganggap waria adalah hal yang buruk, waria adalah orang yang
menyalahi adat istiadat dan agama. Oleh sebab itu waria tidak diakui
keberadaannya.
Namun
di sisi lain waria juga manusia biasa yang ingin dihargai. Para waria
menganggap bahwa mereka dilahirkan pada raga yang salah. Jika mereka
dilahirkan sebagai wanita pasti mereka tidak akan menjadi waria.
Source : http://edukasi.kompasiana.com/2014/01/04/relasi-waria-dalam-masyarakat-625140.html