468x60_id

Relasi Waria Dalam Masyarakat

A. Latar Belakang Masalah
Waria adalah singkatan dari “Wanita pria”, Waria atau yang sering kita sebut banci dalam sehari-hari merupakan salah satu penyimpangan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Waria? Terkadang kita tidak asing mendengar kata itu, karena sering menjadi perbincangan masyarakat. Bagaimana mungkin seorang pria berperilaku seperti layaknya seorang wanita, hal itu sangat tidak wajar. Karena Tuhan hanya menciptakan dua gender  yaitu PRIA dan WANITA. Dengan segala kelebihan dan kodratnya masing-masing. Tapi coba kita lihat secara fisik dari para waria? Terlihat aneh mungkin untuk sebagian masyarakat, bahkan sebagian orang memandang sebelah mata terhadap kaum waria tanpa melihat sisi kehidupan lain dari para waria tersebut.
Banyak hal/sebab yang dikemukakan para waria yang melatari dirinya untuk menjadi seorang waria itu sendiri. Kebanyakan dari mereka menyebutkan faktor “terjebak pada raga yang salah”. Namun menurut beberapa narasumber ada 7 faktor yang menyebabkan seseorang menjadi waria, yaitu :
1. Terjebak pada raga yang salah
2. Adanya mutasi gen
3. Tuntutan ekonomi
4. Terpengaruh budaya barat
5. Trauma
6. Pengaruh lingkungan
7. Tanda akhir Zaman
Karena adanya faktor umum yang menjadikan beberapa laki-laki menjadi waria, maka saya (penulis) ingin mengetahui faktor penyebab seorang laki-laki menjadi waria jika dikaitkan dengan sosiologi dan dampak adanya waria di dalam masyarakat, terlebih jika dikaitkan dengan Grand Theory Sociology terhadap waria.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang menyebabkan seorang laki-laki menjadi waria jika dikaitkan dengan teori perilaku menyimpang sosiologi.
2. Hubungan antara waria dan Grand Theory Sociology
3. Dampak adanya waria dalam masyarakat
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk memenuhi tugas sosiologi.
2. Untuk menganalisis fenomena waria terkait dengan Grand Theory Sociology
3. Untuk mengetahui dampak waria dalam kehidupan bermasyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Waria
Ø Pengertian waria atau wanita pria, atau dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai bencong adalah istilah bagi laki-laki yang menyerupai perilaku wanita. Dalam istilahnya waria adalah laki-laki yang berbusana dan bertingkah laku sebagaimana layaknya wanita. Istilah ini awalnya muncul dari masyarakat Jawa Timur yang merupakan akronim dari “wanita tapi pria” pada tahun 1983-an panduan dari kata wanita dan pria.
Pendapat lain mengenai waria adalah kecendrungan seseorang yang tertarik dan mencintai sesama jenis. Sedangkan menurut pendapat lain menjelaskan bahwa waria adalah individu-individu yang ikut serta dalam sebuah komunitas khusus yang para anggotanya memahami bahwa jenis kelamin sendiri itulah yang merupakan objek seksual paling menggairahkan (Koeswinarno,1996).
Secara fisiologis waria itu sebenarnya adalah pria. Namun pria (waria) ini mengidentifikasikan dirinya menjadi seorang wanita. Baik dalam tingkah dan lakunya. Misalnya dalam penampilan atau dandanannya ia mengenakan busana dan aksesori seperti wanita. Begitu juga dalam perilaku sehari-hari, ia juga merasa dirinya sebagai seorang wanita yang memiliki sifat lemah lembut (Koeswinarno,1996)
.
Mereka melakukan aktivitas sehari-hari yang normal, umumnya mereka berprofesi di bidang-bidang yang memerlukan keterampilan yang biasa dilakukan wanita. Seperti salon, butik atau di bidang kesenian, meskipun ada juga yang kerja kantoran. Mereka sering tampil apa adanya artinya tidak menutup-nutupi ciri kewariaan mereka. Biarpun berpakaian laki-laki tetapi gaya bicara dan tingkah laku mereka punya kekhasan seperti wanita. Jika mereka berpakaian wanita, lengkap dengan pernak-perniknya. Dulu mereka cenderung tertutup dan malu-malu namun kini mereka lebih berperan dan terbuka (Harahap,W,1999).
B. Macam-macam Waria
Ø Kaum waria terdiri dari kelompok manusia yang heterogen. Mereka terdiri dari berbagai komponen yang secara psikologis dapat dibedakan karena mempunyai ciri-ciri khusus. Atmojo (dalam Kurniawati, 2013) membagi waria ke dalam beberapa kelompok yakni:
1. Transeksual
Waria yang mengalami ketidasesuaian antara biologis yang dialaminya dengan jenis kelamin mereka. Ada keinginan dari mereka untuk menghilangkan dan menggantikan alat kelaminnya dan hidupnya menjadi sebagai lawan jenisnnya. Untuk langkah awal mereka biasanya menghilangkan ciri fisik laki-lakinya, misalkan dengan mengoperasi sebagian dari tubuhnya seperti payudara, dagu, kelopak mata, atau minimal mereka merasa perlu merias diri dan berpakaian seperti wanita.
2. Transvestite
Kelompok ini adalah penderita transvestism. Artinya mereka cukup hanya berpakaian seperti lawan jenisnya saja sudah mendapat kepuasan batin tersendiri. Dalam pola hubungan seks, mereka adalah heteroseksual dan biasanya mereka terikat dalam suatu perkawinan atau dalam mencari pasangan selalu perempun. Kelompok ini adalah laki-laki. Jumlah mereka sedikit dan biasanya berpakaian lawan jenis pada saat tertentu saja, misalkan pada saat akan melakukan hubungan seksual. Jadi tampak bahwa pemakaian pakaian perempuan disini adalah untuk mendapatkan gairah seksual. Akan berbeda dengan para transeksual yang berpakaian perempuan karena merasa ada ketidaksesuaian antara fisik dengan jiwanya, karena mereka merasa ingin menjadi perempuan. Kelompok transvestis tetap suka dengan ciri-ciri kelaki-lakiannya, meskipun mereka memakai pakaian perempuan, terkadang mereka tetap memasang kumis dan tetap senang berhubungan seksual dengan perempuan.
3. Homo seksual yang menderita transvestisme
Kelompok ini merupakan kelompok yang dalam persoalan hubungan seksual lebih suka melakukannya dengan sesama jenisnya yakni laki-laki. Namun seperti yang telah dipaparkan sebelumnya mengenai pengertian transvestisme, jelas sudah kelompok ini merupakan kelompok yang tidak memiliki permasalahan dalam batin mengenai lahiriah mereka namun dalam berhubungan seksual mereka senang menggunakan pakaian wanita.
4. Opportunities
Kelompok ini terdiri dari mereka yang memanfaatkan kesempatan, dimana mereka menjadi waria untuk sekedar mencari penghasilan atau nafkah. Jadi tidak terdapat kelainan psikologis maupun seksual seperti yang terjadi pada tiga kelompok yang telah dipaparkan sebelumnya.
C. Faktor-faktor penyebab menjadi waria
1. Terjebak dalam raga yang salah
Banyak waria yang akhirnya mengkambinghitamkan penepmpatan raga. Beberapa waria beralasan bahwa sebenarnya mereka adalah perempuan tetapi dilahirkan dalam bentuk tubuh laki-laki. Para waria pun kebanyakan mengaku bahwa naluri dalam dirinya murni (100 persen) perempuan.
2. Adanya mutasi gen
Secara medis, ada hormon yang menyebabkan pria berperilaku seperti wanita dan merasa lebih nyaman dengan tingkah seperti itu. Mutasi gen ini akan menyebabkan kelainan gen pada pria bersangkutan, misalnya model gen XXY, gen wanita (X) lebih dominan. Maka, pria tersebut akan mengalami kelainan yang mencolok pada bagian tubuhnya. Misalnya, tumbuh payudara seperti perempuan.
3. Tuntutan ekonomi
Tuntutan ekonomi boleh dikatakan sebagai alasan paling kuat dan paling konkret yang menyebabkan seseorang menjadi waria. Dalam kasus sperti ini, menjadi waria hanya bersifat kepura-puraan demi mendapatkan uang. Namun, kepura-puraan ini pun bisa menjerat waria ke dalam kebiasaan hingga akhirnya kebablasan.
4. Terpengaruh budaya barat
Di era globalisasi atau era pasar bebas ini, manusia rentan terpengaruh oleh budaya-budaya luar yang mayoritas tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Salah satunya adalah pilihan menjadi waria. Di beberapa negara, pernikahan sejenis memang sudah dilegalkan oleh negara, termasuk pilihan seseorang untuk menjadi waria.
Bahkan, negara-negara tersebut sering mengadakan kontes-kontes kecantikan yang pesertanya dari kalangan waria. Hal inilah yang turut ditiru oleh masyrakat Indonesia. Mereka mengadopsi budaya luar tanpa penyesuaian hingga akhirnya menimbulkan penyimpangan.
5. Trauma
Faktor traumatis memang bisa menjadi pemicu seorang pria memutuskan untuk menjadi waria. Boleh jadi, pria tersebut pernah mendapatkan perlakuan tidak senonoh sehingga ia merasa nyaman dengan keadaanya sebagai waria. Bisa pula karena ia sempat disakiti wanita sehingga memutuskan untuk menyukai sesama jenis dengan jalan mengubah tampilan menjadi waria.
6. Pengaruh lingkungan
Tidak dapat dipungkiri, lingkungan merupakan faktor pendukung terbesar yang menentukan masa depan seseorang. Termasuk menentukan waria atau tidaknya seorang pria. Pria yang sejak kecil bergaul dengan wanita, cenderung tumbuh menjadi sosok seperti wanita. Contoh lain, pria yang bekerja di salon cenderung memiliki sifat gemulai seperti wanita karena yang mereka layani setiap hari adalah wanita.
7. Dalam agama Islam, telah disebutkan bahwa salah satu tanda-tanda kiamat atau akhir zaman adalah banyaknya pria yang berperilaku dan berpenampilan layaknya wanita. Begitupun sebaliknya. Wanita berperilaku dan berpenampilan layaknya pria. Melihat kondisi saat ini, tampaknya hari kiamat semakin dekat seiring menjamurnya para waria.
Begitu banyak alasan seseorang memilih menjadi waria karena mutasi gen maupun profesi. Namun, alasan apapun tidaklah bisa dijadikan pembenaran karena agama Islam terang-terangan melarang seseorang menjadi waria. Apalagi jika pengingkaran kodrat itu disertai dengan opeasi ganti kelamin atau melakukan suntik silikon untuk menumbuhkan payudara.
D. Relasi waria dalam masyarakat
Masyarakat sendiri terdapat pihak-pihak yang pro dan kontra terhadap kehadiran waria dalam lingkungannya.
Ø Pihak yang mendukung kehadiran waria:
o Teman pergaulan
Teman pergaulan adalah pihak yang mendukung keberadaan waria. Karena keberadaan waria bagi teman pergaulan dapat menambah keberagaman teman.
o Teman profesi
Teman profesi adalah pihak yang mendukung keberadaan waria. Sesama teman profesi tentunya saling mendukung dan saling membantu. Karena mereka menganggap bahwa mereka senasib dan sepenanggungan.
Ø Pihak yang menolak kehadiran waria:
o Pemuka agama
Pemuka agama adalah pihak yang menolak keberadaan waria karena tidak sesuai dengan syari’at Islam. Di dalam ajaran agama Islam manusia hanya terdapat laki-laki dan perempuan.
o Pemerintah
Pemerintah adalah pihak yang menolak keberadaan waria karena di Indonesia tidak melegalkan transgender. Di Indonesia hanya mengakui penduduk laki-laki dan perempuan.
E. Penyebab menjadi waria jika dikaitkan dengan teori penyimpangan
Adapun, jika dipandang dari sudut pandang sosiologi, penyebab/faktor mengapa laki-laki dapat dikatakan waria, dapat diterapkan dalam Teori Perilaku Menyimpang, yaitu :
1. Teori Differential Association (pergaulan berbeda)
Teori ini diciptakan oleh Edwin H. Sutherland yang berpendapat bahwa penyimpangan  bersumber pada pergaulan berbeda. Penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya. hal ini cocok dengan salah satu alasan mengapa seorang laki-laki menjadi waria.
Contohnya, dari berita yang saya baca menyebutkan bahwa “Kondisi eksternal dari para pelaku penyimpangan cenderung memberikan kesempatam mereka untuk melakukan kegiatan tersebut. Hal ini terbukti dari Kisah Agus bermula saat dirinya bercita-cita membuka usaha tata rias pengantin. Pada 2010 lalu, Agus izin kepada orangtuanya untuk menimba ilmu dengan mengikuti kursus tata rias di Kota Solo. Sesampai di Solo, Agus dikenalkan dengan beberapa teman yang ahli di bidang tata rias. Namun karena pengaruh lingkungan,  Agus kemudian mengubah penampilan seperti wanita. Hingga label waria  pun disandangnya. Agus berdalih, pendapatan dari waria dapat digunakan untuk menambah modal usahanya. Profesi yang Agus jalani saat ini ternyata tidak diketahui keluarganya. Keluarga mengira bahwa Agus sedang belajar dan telah membuka usaa tata rias di Solo”
(www.solopos.com: Saat Agus Berubah Jadi Angel)
2. Teori Labeling
Teori ini disampaikan oleh Edwin M. Lemerd yang berpendapat bahwa seseorang yang telah melakukan penyimpangan pada tahap primer (pertama) lalu oleh masyarakat sudah diberi cap sebagai penyimpangan, maka orang tersebut terdorong untuk melakukan penyimpangan skunder (tahap lanjut) dengan alasan “kepalang tanggung”.
Contohnya, jika ada seorang laki-laki yang lewat di hadapan warga sekitar, dan laki-laki tersebut berusaha untuk tetap ramah dan sopan kepada warga sekitar dengan memberi ucapan “permisi” ketika lewat di hadapan warga sekitar tersebut. Kebanyakan dari warga sekitar tersebut banyak yang menggunjing dan memanggil laki-laki tersebut dengan sebutan”BANCI” karena dilihat dari cara berjalannya, dan kebanyakan teman yang dia miliki adalah wanita. Lama-lama laki-laki tersebut terus diberi label/sebutan “BANCI” maka dalam pikirannya akan terbesit “daripada saya terus dipanggil banci, sekalian saja saya menjadi banci.”
3. Teori Fungsional
Teori ini dipelopori oleh Emile Durkhem adalah bahwa kesadaran moral dari semua masyarakat adalah faktor keturunan, perbedaan lingkungan fisik, dan lingkungan sosial.
Contoh : Laki-laki yang ayahnya seorang waria, dan tinggal di lingkungan waria maka ia berpeluang besar untuk menjadi waria.
F. Waria dan Grand Theory Sociology
1. Teori Pertukaran Sosial
Ø Teori ini cenderung pada pertimbangan untung-rugi atas interaksi sosial antara seseorang dengan orang lain, meskipun keuntungan yang didapatkan tidak maksimal. Bahkan seseorang akan menggunakan alternatif lain jika seandainya tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Sehingga terkadang manusia tidak bertindak secara rasional. Keuntungan yang didapatkan dapat berwujud material maupun non material.
2. Teori Interaksionisme Simbolik
Ø Saling menerjemahkan dan mendefinisikan tindakannya. Artiya menilai tindakan orang lain dengan asumsi masing-masing individu.
Dalam point ini, lebih menekankan bahwa manusia selalu menilai setiap kejadian di sekitarnya melalui asumsinya masing-masing. Saat ini manusia menganggap waria adalah hal yang buruk, waria adalah orang yang menyalahi adat istiadat dan agama. Oleh sebab itu waria tidak diakui keberadaannya.
Namun di sisi lain waria juga manusia biasa yang ingin dihargai. Para waria menganggap bahwa mereka dilahirkan pada raga yang salah. Jika mereka dilahirkan sebagai wanita pasti mereka tidak akan menjadi waria.
Source : http://edukasi.kompasiana.com/2014/01/04/relasi-waria-dalam-masyarakat-625140.html