468x60_id

Waria dan Media

Apa yang teman-teman pikirkan ketika mendengar kata waria?
Mungkin sebagai berpadangan negatif, tetapi ada pula yang positif.  Terlepas dari perdebatan tak berarti tersebut. tulisan ini hanya memberikan sekelumit pengetahuan dari sisi media dan kultur budaya secara sekilas. semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Waria atau wanita bertubuh pria seperti kita kenal dan kita tertawakan di media merupakan hasil konstruksi media terhadap realitas sosial yang hidup dalam golongan masyarakat. Namun yang menarik disini adalah waria dikemas sedemikian mungkin untuk menjadi komoditi yang bernilai bagi perusahaan media tersebut. seperti program-program televisi yang banyak menampilkan waria sebagai sosok yang boleh diperlakukan apa saja. Sebelum lebih tenggelam masuk ke dalam dunia media, terlebih dahulu saya memperkenalkan waria dari kaca mata saya. Menurut saya waria memiliki kasta, tidak hanya kehidupan biasa yang kita alami, waria pun memiliki kelas-kelas yang membentuk penampilan mereka.
  • Pertama adalah kelas ekonomi, kelas ini adalah pria normal dalam kehidupan sehari-hari dan berubah menjadi waria demi mencari penghasilan. Peralatan make-up yang digunakan murah, rambut palsu yang berantakan, baju wanita seadanya, dan perlengkapan musik seadanya seperti icik-icik (tutup botol yang digepengkan dan disatukan), dan gitar betot (senar orisinil dari karet ban motor).  Pada kelas ini waria yang cenderung kasar, karna pada dasarnya mereka tidak kemayu.
  • Kedua adalah kelas bisnis, kelas ini adalah pria yang merubah bentuknya seperti wanita. Mereka menyuntikan silikon ke payudara, hidung, dan gadu. Peralatan make-up yang digunakan relatif menengah, rambut mulai halus, baju cenderung seksi, dan biasanya ada citra buruk terkait dengan prostitusi demi mencari pengahasilan.
  • Ketiga adalah kelas eksekutif, pria ini adalah bria yang sangat mendalami keadaanya. Ada beberapa yang merubah bentuknya, ada pula yang tidak. Namun strata itu bisa terlihat dari make-up yang digunakan mahal, rambut palsu yang muali berwarna dan berganti-ganti kapanpun mereka suka, biasanya memiliki kumpulan sosialita, dan ada kecenderungan untuk menampilkan kekayaan yang mereka punyai.
catsDari ketiga kelas diatas merupakan rangkaian pengamatan dari penulis selama melihat waria dari media, melihat waria di sekitar, dan melihat waria pada komunitas.  Media hiburan yang mengekplotitasi waria dan menjadikan mereka bahan dagangnya sesungguhnya sudah menuai kritik dari berbagai kalangan pengamat sosial. Disatu sisi kaum minoritas tersebut ingin bergabung dengan masyarakat biasa tetapi tertahan dengan pandangan sebelah mata masyarakat. di sisi lain kamu minoritas tersebut ada beberapa menjadi icon-icon yang tentu saja menjadi pemasukan bagai mereka. Sadar atau tidak waria itu menjadi korban dari kapitalisme.  Media pula yang membentuk pemahaman masyarakat akan seorang waria. Bawa waria adalah manusia yang bisa dianiaya, di tertawakan, di bully, dan terserah.
catsPada level waria kelas ekonomi, hal tersebut akan menjadi pekerjaan yang berat bagi mereka. mereka menjadi waria hanya untuk mencari uang. Pendidikan yang tidak memadai dan perhatian pemerintah masih menjadi masalah klasik yang terus beranak cucu. Sedangakan waria kelas bisnis dan eksekutif relatif tidak mempermasalahkan padangan masyarakat terhadap diri mereka. karena kebiasaan, pendalaman, dan pekerjaan mereka pula, mereka meranggapan bahwa itu popularitas.
Kalau kita bandinngan media kita dengan media luar tentu sangat berbeda. Dibandingkan thailand yang memiliki jumlah waria terbanyak di Asia, media mereka sama sekali tidak menampilkan waria sebagai bahan tertawaan. Tetapai sebagai bintak iklan seperti “iklan pons ”. pemerintah Thailan berfikir bahwa waria merupakan aset yang dilindungi jadi harus dijaga citranya.  Mereka mempunyai teater kusus untuk menampilkan adekan-adekan bully, meremehkan, konyol dan lain-lain. Untuk masuk ke dalam teater tersebut harus membayar dengan harga yang lumayan. Media thailand lebih menekankan waria sebagai bintang produk kecantikan ketimbang program bully yang kita lihat di televisi.
Hiruk pikuk media dan waria di Indonesia tentu mempunyai alasan tertentu mengapa waria seperti itu. Jawabnya teman-teman adalah kepentingan ekonomi politik media.  lagi lagi kita dikalahkan dengan sesuatu yang bernama ekonomi politk media. semoga tulisan ini bermanfaat bagai teman-teman dan menjadi jalan masuk bagi yang ingin menulis tugas akhir atau mendiskusikannya dengan teman segalau.


0 komentar:

Posting Komentar