468x60_id

Mengenai Terapi-terapi Homoseksual dan Ex-Gay

Saat ini, homoseksualitas tidak lagi dianggap sebagai gangguan mental yang perlu ditangani untuk disembuhkan. Walau begitu, variasi orientasi seksual selain heteroseksual, pernah dianggap sebagai bentuk penyimpangan seksual. Berbagai macam terapi dilakukan guna "menyembuhkan" penderitanya. Beberapa terapi yang pernah dipakai oleh terapis untuk menangani pasien yang bermasalah dengan orientasi seksualnya adalah terapi aversi, terapi konversi, psikoterapi afirmatif gay, dll.


TERAPI AVERSI



Terapi ini menggunakan salah satu metode behavioral, di mana terapi ini mengurangi perilaku/respons yang tidak diinginkan dengan cara memasangkan stimulus menyenangkan dengan stimulus yang dibenci. Salah satu penerapannya, awalnya elektroda (semacam pengejut listrik) dipasangkan pada kemaluan pasien, kemudian pasien dipertontonkan film porno gay. Ketika pasien terangsang, elektroda akan mengalirkan listrik dan memberikan efek shock kepada pasien. Setelah itu, pasien dipertontonkan film porno heteroseksual, dan kejutan listrik tidak diberikan. Bentuk lainnya adalah, film porno gay dipasangkan dengan ipecac (sirup obat yang bikin mual dan muntah). Sejak 2006, terapi ini dinyatakan sebagai pelecehan terhadap kode konduksi dan panduan profesional APA dan American Psychiatry Association. Gangguan jiwa dan bunuh diri kemudian dinyatakan sebagai salah satu akibat dari terapi aversi.


TERAPI KONVERSI



Tokoh-tokoh dalam terapi ini: Sigmund Freud, Isidor Sadger, Felix Boehm, Sandor Ferenczi, Anna Freud, Melanie Klein, dll. Sigmund Freud menyatakan bahwa kesuksesan dalam terapi psikoanalitisnya hanya sebatas memunculkan kecenderungan heteroseksual, dan bukan menghilangkan perasaan homoseksual. Kebanyakan pasien ingin menjadi heteroseksual dilandasi oleh alasan-alasan yang kurang tepat, termasuk ketakutan akan penolakan lingkungannya.

Pada tahun 1935, seorang ibu menulis surat pada Freud dan meminta Freud menangani anaknya yang adalah seorang gay. Freud kemudian membalas surat itu (surat ini kemudian menjadi terkenal):

"Saya telah menerima surat Anda tentang putra gay Anda...itu bukanlah hal yang harus dianggap memalukan, buruk, atau rendahan; homoseksual tidak bisa digolongkan sebagai gangguan jiwa; kami menganggapnya sebagai variasi dari fungsi seksual, yang muncul karena perbedaan khusus pada perkembangan seksualnya. Dengan meminta saya untuk menolong anak Anda, sepertinya Anda berpikir saya bisa menghilangkan homoseksualitas dan menggantikannya menjadi heteroseksualitas yang normal. Dan jawabannya secara umum kami tidak bisa menjanjikan itu. Dalam sejumlah kasus tertentu, kami berhasil menumbuhkan benih-benih tendensi heteroseksual, yang sebenarnya ada di dalam setiap homoseksual; tapi dalam kebanyakan kasus hal ini tidak dimungkinkan. Ini berhubungan dengan kualitas dan umur individu tersebut. Hasil penanganannya pun tidak bisa diprediksi." (Freud 1992, pp. 423–424).

Jenis teknik dalam terapi konversi adalah modifikasi perilaku, terapi ex-gay, psikoanalisis, terapi reparatif, dan terapi seks.

Pada tahun 2001, Robert Spitzer melakukan sebuah studi mengenai terapi konversi dan terapi ex-gay. Studi ini sering dikutip untuk mendukung "penyembuhan" homoseksual. Studi ini menunjukkan 66% pria dan 44% wanita berhasil "sembuh" dari homoseksualitasnya. Namun studi ini dinyatakan bias, karena kebanyakan sampelnya merupakan orang yang religius, pelayan di gereja. Selain itu, Spitzer tidak mengukur apakah partisipannya berbohong atau denial setelah terapi selesai. Beberapa tahun kemudian, pada 2012, Spitzer menyatakan permohonan maafnya kepada komunitas gay atas kesimpulan salah dari studinya itu dan meminta organisasi-organisasi terapi ex-gay berhenti mengutip studinya sebagai bukti terapi konversi.

Terapi konversi dinyatakan berbahaya bagi pasien homoseksual.


TERAPI PELUKAN



Terapi ini dijalankan oleh Richard A. Cohen. Dia sendiri "dulunya" adalah seorang gay. Menurutnya, beberapa pria gay tidak mendapatkan kasih yang cukup dari ayahnya, karena itu teknik yang dia gunakan adalah dengan memeluk pasien gay-nya dengan maksud memberikannya afeksi.


PENGUATAN GENDER



Tekniknya adalah dengan memaksa pria gay untuk melakukan kegiatan-kegiatan maskulin seperti olahraga dan kuli bangunan, dan wanita lesbian melakukan kegiatan feminin seperti make-up dan menggendong bayi. Terapi ini terlalu meng-stereotype gender antara laki-laki dan perempuan.


EQUINE-ASSISTED PSYCHOTHERAPY (TERAPI KUDA)



Beberapa orang yakin bahwa berinteraksi dengan kuda dapat menyembuhkan mental orang. Raymond Bell mengklaim bahwa terapi ini juga dapat digunakan untuk menyembuhkan homoseksualitas.


PRIMAL THERAPY



Dipopulerkan oleh Arthur Janov. Teorinya, masalah-masalah psikologis disebabkan oleh trauma masa kecil, contohnya seperti ketika dalam proses kelahiran. Cara mengatasi insiden traumatis ini adalah dengan merekonstruksi/menciptakan ulang kejadian trauma tersebut, dan kemudian klien melepaskan semua emosi-emosi terpendamnya dengan cara berteriak. Arthur mengklaim bahwa pasien homoseksual yang mengikuti terapi ini melaporkan tidak mengalami perasaan dan fantasi homoseksual lagi, karena itu homoseksual tidaklah disebabkan oleh faktor genetik. John Lennon dan Steve Jobs merupakan pengikut gerakan terapi ini (terapi ini tidak hanya untuk homoseksual, sebenarnya). Sayangnya, teori ini tidak didukung studi empiris.


PSIKOTERAPI AFIRMATIF GAY



Panduan dan materi untuk psikoterapi ini disusun oleh APA. Psikoterapi afirmatif gay adalah bentuk psikoterapi bagi gay dan lesbian untuk menguatkan mereka dan agar mereka dapat menerima orientasi seksualnya dan tidak berusaha mengubahnya menjadi heteroseksual atau menghilangkan ketertarikan sesama jenisnya. Landasan psikoterapi ini adalah pernyataan bahwa "homoseksualitas atau biseksualitas bukanlah sebuah penyakit jiwa". Pada saat ini, jenis terapi ini merupakan terapi yang paling diterima, sementara terapi lain yang bermaksud mengubah gay menjadi heteroseksual dipandang tidak sehat dan dapat merusak.


FAKTA MENARIK TENTANG TOKOH-TOKOH "EX-GAY"

Ada beberapa fakta menarik mengenai tokoh-tokoh yang pernah terlibat dengan organisasi "ex-gay" atau setidaknya mendukung terapi penyembuhan gay. Beberapa di antara mereka nyatanya kembali melakukan perilaku homoseksual, dan yang lainnya menjadi penyuara hak-hak LGBT. Di antaranya:

  • Christopher Austin. Seorang terapis ex-gay dan pendiri Renew Ministries. Dia didapati menyerang klien-klien gay-nya secara seksual dan dipenjara 10 tahun karenanya.
  • Michael Bussee. Merupakan co-founder dari Exodus International, salah satu organisasi "ex-gay" terbesar di dunia. Dalam perjalanan di organisasi tersebut, dia akhirnya sadar bahwa dia tetap saja tidak berubah menjadi hetero, dan kemudian malah jatuh cinta dengan sesama co-founder lainnya, Gary Cooper. Mereka kemudian keluar dari organisasi itu, menceraikan istrinya, dan menikah bersama.
  • Richard Cohen. Penemu "terapi pelukan". Dia berlibur ke New York dan didapati menyelingkuhi istrinya dengan pria lain.
  • Pada 1973, John Evans ikut mendirikan "Love in Action", persekutuan "ex-gay" pertama di San Fransisco. Evans berusaha menolong sahabatnya, Jack McIntyre untuk berubah menjadi hetero. Namun kecewa karena tidak kunjung "sembuh", Jack malah bunuh diri. Sejak itu Evans keluar dari organisasi ini, dan membantu korban-korbannya untuk menerima diri mereka sendiri.
  • Colin Cook, seorang minister Seventh Day Adventist, juga pendiri organisasi Homosexuals Anonymous (HA). Dia pernah menjadi ikon pergerakan ex-gay. Karirnya hancur sejak dia kedapatan memberikan pijat plus-plus ke kliennya, dengan bertelanjang. Cook pindah ke Colorado mendemonstrasikan kampanye anti-gay pada tahun 1992, namun pada tahun 1995 sekali lagi dia dilaporkan oleh kliennya sendiri karena melakukan sex-phone, pelukan-pelukan yang tidak pantas, dan perilaku-perilaku yang tidak etis.
  • Phil Hobizal, direktur besar dari Portland Fellowship, diturunkan dari jabatannya dengan alasan "keterlibatan emosional" dengan pria lain.
  • Peter Toscano, setelah 15 tahun terlibat dalam persekutuan ex-gay, mendirikan website "Beyond Ex-Gay" (Di Balik Ex-Gay). Bersama aktivis GLBT SoulForce, dia menyelenggarakan Konferensi Ex-Gay Survivors di California. Acara ini menghadirkan lebih dari seratus korban dari organisasi ex-gay dan membahas tentang bahaya dan kerugian yang ditimbulkan organisasi-organisasi tersebut.
  • Mary Griffith. Awalnya merupakan seorang ibu konservatif pengikut Presbyterian Church. Ketika mengetahui anaknya, Bobby Griffith, seorang gay, dia berusaha mati-matian menyuruh anaknya untuk bertobat, membawanya ke psikiater, dll. Bobby yang tidak tahan kemudian pergi dari rumah bersama sepupunya. Mary tetap tidak menerima ke-gay-an Bobby, dan Bobby juga memiliki masalah lain yaitu dia diselingkuhi oleh pacar lelakinya. Bobby akhirnya bunuh diri. Setelah kematian putranya, Mary mempertanyakan kembali keyakinannya dan interpretasi akan ayat Alkitab, dan kemudian bergabung bersama PFLAG (Parents, Families, and Friends of Lesbians And Gays) mengadvokasikan hak-hak kaum LGBT. Kisahnya kemudian difilmkan dalam film Prayers For Bobby.


SUMBER:

0 komentar:

Posting Komentar