468x60_id

WARIA DIMATA IBU SINTA NURIYAH part 1

Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta memiliki visi untuk membangun sebuah lembaga pendidikan tinggi Islam yang sanggup menghadapi perubahan jaman, kokoh dalam IMTAQ dan unggul dalam IPTEK. Selanjutnya untuk merealisasikan visi ini, UIC Jakarta selalu melakukan kegiatan- kegiatan khususnya yang melibatkan masyarakat sekitar kampus untuk merangkul semua kalangan. Karena sejatinya tetangga terdekat itulah saudara- saudara UIC Jakarta.
Kunjungan dari Ibu Shinta Nuriyah Gus Dur ke kampus Universitas Ibnu Chaldun Jakarta pada tanggal 02 Agustus 2011 yang lalu dalam rangka “Sahur Bersama” dengan masyarakat sekitar kampus yang kebetulan para korban kebakaran beberapa waktu lalu itu, telah membuka wawasan baru bagi masyarakat sekitar kampus.
Jika lazimnya saat bulan Ramadhan banyak yang mengadakan ”bukber” alias Buka Bersama, namun kali ini kegiatan UIC terfokus pada acara Sahur Bersama. Hasilnya? :Alhamdulillah antusias masyarakat benar- benar terwujud dengan kedatangan mereka secara berbondong- bodong, tertib, rapih dan bahagia dapat berdialog langsung dengan Ibu Negara Ke-4 tersebut” papar Ibu Nurlely Darwis, Dekan Fakultas Hukum UIC Jakarta.
“Bencong” Ikut Sahur
Semakin pagi acara semakin meriah saja. Selain masyarakat sekitar, ada juga yang datang dari salah satu kaum minoritas perkotaan seperti Kaum Waria. Pada kesempatan ini, mereka khusus datang untuk berdialog Ibu Shinta Abdurrahman Wahid. Hadir saat itu Ibu Leny (Ketua Yayasan Srikandi Sejati) selaku perwakilan organisasi Waria Se-DKI Jakarta dan pengurus lainnya seperti Ibu Nancy dan rekan waria lainnya.
“Waria atau Wadam adalah bagian dari kehidupan sosial kemasyarakatan yang tidak mungkin dihindarkan. Mereka merupakan bagian dari masyarakat umumnya, yang hidup diantara kita dengan segala keberadaannya, karena memang Tuhan telah menciptakan mereka sebagai makhluk sebagaimana halnya kita semua. Oleh karena itu wajar jika mereka juga menghendaki haknya dipenuhi seperti halnya manusia lain,” sambung Ibu Nurlely.
“Tepatnya mereka tidak ingin dikucilkan dan dianggap sebagai kaum minoritas, mereka tidak mau dihina sebagai manusia tidak normal, yang lebih parah lagi mereka tidak ingin dianggap sebagai manusia pembawa bencana karena memalukan keluarga,” jelas Ibu Shinta dengan tegas.
Sebagai sesama mahluk Tuhan, tidak semua orang mau dan bisa memahami penderitaan yang dialami oleh kaum waria. Umumnya mereka hanya bisa mencibir dan mengolok- olok kaum ini tanpa memberi solusi bagaimana seharusnya hidup ditengah masyarakat. “Sebagai efek psikologis mereka mencari jati diri dengan cara sendiri, yaitu berkumpul dengan kaum sesamanya. Maka lengkaplah cara hidup mereka menjadi manusia yang terkucil dan terdiskriminasi” jabar pemilik nama lengkap Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid ini













Editor: Awan SB.
Author: Ibu Nurlely Darwis (Dekan FH-UIC Jakarta)
Foto: Ist

0 komentar:

Posting Komentar